Nasib Gereja di Barat

Posted by Dastan on Rabu, 08 Oktober 2014 0

Views

Di Indonesia gereja tumbuh sangat subur, bahkan mengalahkan masjid dalam hal jumlah setiap tahun yang dibangun. Jama’ah setiap akhir pekan juga sangat ramai, tempat parkir di gereja sangatlah sesak, bahkan seringkali sampai di luar pagar. Namun anehnya hal seperti ini tidak terjadi di Barat yang sebenarnya sumber dari agama kristen itu sendiri.

Di New Zealand, tepatnya di kota Auckland ada 11 masjid yang berdiri. Uniknya, sembilan di antara masjid tersebut adalah bekas dari gereja yang sudah ditinggal oleh jama’ahnya. Oleh sebab itu pengelola menjualnya ke masyarakat Muslim. Hal ini tentu saja mengejutkan mengingat agama biasanya menjadi sebuah candu.

Kasus di New York hampir mirip tapi berbeda. Beberapa gereja justru menjelma menjadi diskotik karena alasan yang sama, ditinggal oleh para jama’ahnya kemudian dijual oleh pengelola untuk dijadikan lahan bisnis.

Di Finlandia meskipun dalam data 97% beragama kristen, namun setiap hari minggu hanya 3% saja yang berangkat ke gereja untuk menjalankan kebaktian, akibatnya gereja sepi. Di Norwegia juga demikian, meski 90% beragama kristen, namun hanya 3% yang berangkat ke gereja. Akibatnya gereja sangatlah sepi. (Gereja Modern Mau Ke mana? 1995)


Hal ini seringkali akibat dari hilangnya efek positif setelah beragama. Kalaupun berbuat dosa bisa dilakukan penebusan. Akibatnya semua nilai norma bersifat relativ, beragama ataupun tidak berarti sama saja. Sedangkan orang barat mengedepankan akal dalam beragama. Jika tidak masuk akal, lebih baik ditinggalkan.

Bahkan di Inggris agama bukan lagi kristen, namun lebih kepada sepakbola. Bahkan terpampang di poster dan kaos, “West Ham Utd is My Religion. Upton Park is My Church.”

Tagged as: ,
About the Author

Ma'mun Affany dan Rijal Muslich Maulana

Get Updates

Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.

Share This Post

Related posts

0 Comments:

back to top